Home » » Tarekat (Jalan)

Tarekat (Jalan)

Written By Suryalaya37 on Jumat, 22 November 2013 | 22.11.13

Thariqah ( atau tarekat : dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah jalan menuju Allah SWT. Orang yang menjalani thariqah disebut shaliq. Dan gurunya disebut Mursyid/pembimbing. 
Thariqah merupakan buah dari syari'at, oleh karena itu thariqah tidak bisa lepas dari syari'at. Semua thariqah yang mut'thabarah ada gurunya masing-masing dan mempunyai sumber yang sama, yaitu Baginda Nabi Muhammad SAW, melalui jalur beberapa sahabat, di antaranya Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Umar bin Khaththab RA, Ali bin Abi Thalib RA, Anas RA, Salman Al-Farisi RA. Karena itu, tidak mungkin thariqah yang mu'tabarah itu sesat atau lepas dari ajaran Islam.
Tapi untuk meringankan beban umatnya, Rasulullah SAW mengajarkan bermacam-macam cara berdzikir kepada para sahabat sesuai dengan kemampuan mereka. Misalkan, ada yang mampu berdzikir dalam hitungan puluhan, maka disediakanlah pintunya. Sedangkan bagi yang mampu hingga hitungan ribuan, juga disediakan pintunya. Tapi, semua dzikir itu berdasarkan ayat : "Alladziyna aamanuu watathmai'n. Quluubuhum bidzikri Allah. Ala bidzikri Allahi tathmai'n, alquluub", (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.(QS. Ar Ra'du : 28)
Dan firman Allah SWT yang memerintahkan kita untuk memperbanyak dzikir.
"Yaa Ayyuhalladziyna aamanuu adzkuruw Allaha dzikran katsiiran" Hai orang-orang yang beriman, brdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.
(QS. 33 : 41)
Sementara inti dari dzikir-dzikir tersebut sama, yaitu supaya umat Islam tidak lalai kepada Allah SWT.


Sekarang Ini ada bermacam-macam thariqah, dan semuanya mempunyai peraturan yang berasal dari Baginda Nabi Muhammad SAW sendiri. Inti dari semua thariqah tersebut adalah dzikir Laa Ilaaha Illaallah Muhammadur Rasulullah, dan dzikir sirrnya yaitu Allah, Allah, Allah atau Hu, Hu, Hu (Dia, Dia, Dia), serta dzikir lain yang terkait dengan mentauhidkan Allah SWT.
Dzikir dalam thariqah tersebut bukan sekedar bacaan untuk mencari pahala, tetapi meraih buahnya, yaitu selalu mengingat Allah SWT. Buah ini akan mewarnai kehidupan individu atau pribadi yang menjalankan thariqah tersebut.
Jika diumpamakan, tapi perumpamaan ini bukan berarti membandingkan kalimah Laa Ilaaha Illaallah dengan dunia, melainlan untuk mempermudah memahami.

Seseorang yang mempunyai cincin yang dihiasi batu permata yang tiada ternilai harganya, maka cincin itu akan dijaganya baik-baik. Ketika hendak makan saja, cincin itu disimpannya di kantung khusus agar tidak kotor atau terjatuh.
Itu baru batu. Lalu bagaimana dengan kalimah Laa Ilaaha Illaallah Muhammadur Rasulullah, yang nilainya tidak bisa ditakar seperti cincin bertatahkan batu permata tersebut?

Kalimat tahlil ini mesti mengiringi dan mewarnai kita saat kita makan. Maksdunya, nasi yang kita makan sekadar sebagai sarana mencari kenyang, sementara yang memberikan rasa kenyang hanyalah Allah SWT.

Jadi, kita akan selalu ingat bahwa tiada dzat yang wajib disembah kecuali Allah SWT. Dan kita juga akan selalu ingat akan perintah dan larangan-Nya.
Kita akan merasa didengar dan dilihat oleh Allah SWT. Dan bila sudah demikian, mungkinkah kita akan banyak melakukan hal yang tidak disukai Allah SWT dan Rasul-Nya?

Tentu saja tidak. Ketika kita menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya pun kita kembalikan kepada Allah SWT. Sehingga muncul lah keikhlasan dalam setiap perilaku kita.

Nah, inilah pengertian thariqah. Jadi bukan hanya untuk mencari pahala, atau pendekatan diri kepada Allah SWT di waktu mengamalkan. Akan tetapi mampukah kita membawa buah dari kalimah tahlil ini dalam kehidupan kita sehari-hari.
Keistimewaan kalimah tahlil dalam setiap thariqah itu berbeda-beda. Seperti keistimewaan tumbuh-tumbuhan yang diciptakan Allah SWT. Misalnya daun kumis kucing berkhasiat bagi orang yang kena penyakit air seni. Ada juga daun delima atau keci beling, dan sebagainya. Tumbuhan itu diberi kelebihan masing-masing oleh Allah SWT.
Begitu juga dengan kalimah tahlil dalam setiap thariqah. Kalimah ini bak lautan yang tak bertepi. Walau keistimewaannya dibagi-bagi kepada Thariqat Qadiriyyah, Naqsabandiyyah, Syazdaliyyah, Maulawiyyah, An-Nahdiyyah, dan sebagainya, tak akan pernah habis. Justru kita akan melihat keagungan ilmu Allah SWT yang ditunjukkan kepada kita.
Thariqah-thariqah yang dipegang oleh para awliya', seperti Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, Syaikh Abu Hasan Asy-Syadzily, Sayyid Ahmad Ar-Rifa'i, Sayyid Ahmad Al-Badawi, Syaikh Ibrahim Ad-Dasuqi dan tokoh-tokoh ulama yang lain, yang semisal mereka yang disebutkan sebelumnya, tidak mungkin akan menyesatkan dengan ajarannya. Sebab, di pundak mereka ini terdapat amanah Rasulullah SAW. Bukankah ulama itu waratsatul anbiya?

Dan para ulama itu, yang takutnya hanya kepada Allah SWT, tidak mungkin akan menyesatkan.
Jadi jelaslah bahwa thariqah yang bersumber dari para awliya' tersebut tidak akan lepas dari Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Tapi thariqah yang jelas kemu'tabarahannya. Artinya silsilah guru-gurunya sampai kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. 

(Sumber : Majalah AlKisah)


Sumber tuliisan: dokumenpemudatqn.com

0 comment :

Posting Komentar