Metode Dzikir/zikir tarekat ini menggunakan dua bentuk, zikir keras (jahar) dan diam
(khafi). Untuk zikir keras beliau menggunakan teknik zikir dengan membaca laa
ilaha illa Allah (kalimat nafy-itsbat) sebagaimana dipraktikkan dalam Tarekat
Qadiriyyah. Sedangkan zikir “diam” menggunakan teknik dari Naqsyabandiyyah,
yakni menyebut ism al-dzat: Allah.
Namun praktik ini sedikit dimodifikasi
dengan memasukkan unsur zikir Naqsyabandiyyah, di mana zikir kalimat tahlil itu
dilakukan dengan mengacu pada titik-titik latha’if (pl: lathifah) yang ada
dalam tubuh manusia sebagaimana diajarkan dalam Tarekat Naqsyabandiyyah. Tetapi
dalam perkembangannya, meski prinsip dasarnya sama, namun kaifiyyah dalam
beberapa otoritas TQN yang belakangan tampak sedikit berbeda, misalnya
kaifiyyat zikir jahr TQN Suryalaya dengan TQN al-Utsmani memiliki sedikit
perbedaan dalam penekanan pada hentakan dan tempo zikir, dan juga ada perbedaan
dalam zikir khafinya. Demikian pula ada sedikit perbedaan dalam jumlah zikir
khafi TQN Suryalaya dengan TQN Mranggen di bawah otoritas Kyai Muslih.. Walau
demikian, prinsip dan tujuannya tetaplah sama – variasi itu tidak mengubah
substansi dari amalan TQN secara keseluruhan. Berikut sedikit prinsip umum
metode zikir TQN – namun penjelasan di bawah lebih didasarkan pada kaifiyyah
dari TQN Suryalaya.
Gerakan simbolik dari dzikir nafi-itsbat dimaksudkan agar semua lathifah
tersebut, yang diyakini merupakan pusat pengendalian nafsu dan kesadaran jiwa
dan spiritual, teraliri dan terkena energi dan panas zikir tahlil tersebut. DZikir pada mulanya pelan, dan cenderung lebih panjang tarikan bacaannya, tetapi
kemudian temponya dipercepat dan suara makin meninggi, agar tercapai kondisi
semacam “ekstase.” Percepatan bacaan ini juga dimaksudkan untuk membentengi
pikiran dari “lintasan pikiran” (khatir) yang mengganggu hati, sehingga seluruh
konsentrasi tertuju pada Allah saja. Kitab Fath al-Arifin menggambarkan sepuluh lathifah, lima diantaranya yg utama
adalah qalb, ruh, sirr, khafi, dan akhfa, yang dikenal sebagai alam al-amr
(alam perintah). Lima lathifah lainnya adalah nafs, plus empat unsur: air,
udara, tanah dan api (alam al-khalq). Pada Tarekat Naqsabandiyah dan tarekat cabang-cabangnya, termasuk TQN, ada satu lathaif
yang barangkali paling tinggi dan sulit dicapai, yakni kullu jasad. Ini adalah
kondisi “tanpa titik” di mana totalitas insan (dimensi ruh, kognitif, dan
fisik) telah dawam dalam berdzikir dan “menjadi” dzikir itu sendiri. Itu adalah
saat layar kesadaran menjadi tanpa tepi dan siap menerima limpahan (faid) ilmu
dan rahasia-rahasia ruhani dari Allah.
daiberbagai sumber~
0 comment :
Posting Komentar