Tarekat (thariqah), yang secara harfiyah berarti jalan kecil, yang memiliki
dua pengertian yang berbeda, tapi tetap berhubungan. Yang
pertama, tarekat dimengerti sebagai perjalanan spiritual menuju Tuhan. Yang
kedua, tarekat dipahami sebagai “persaudaraan“ atau ordo spiritual yang
biasanya merupakan perkumpulan spiritual yang dipimpin oleh seorang guru
(mursyid), dan para khalifahnya.
Nama maulawiyah berasal dari kata “Maulana”, (guru kami atau our
master) yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada seorang “sufi
penyair Persia terbesar sepanjang masa”, Muhammad Jalal al-Din Rumi (w. 1273).
Oleh karena itu, jelas bahwa Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan
sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi.[1]
Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin
Ar-Rumi yang meninggal di Anatolia, Turki. Dzikirnya disertai tarian mistik
dengan cara keadaan tidak sadar, agar dapat bersatu dengan tuhan.
Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharapkan kepentingan diri
sendiri, serta hidup sederhana menjadi teladan bagi orang lain.[2]
Nama asli Rumi adalah Jalal Al-Din Muhammad, tetapi kemudian dia lebih
dikenal sebagai Maulana Jalal Al-Din Rumi atau Rumi saja. Beberapa sarjana
barat telah memujinya sebagai "penyair sufi yang paling menonjol yang
pernah dihasilkan persia", bahkan ada yang menyebutnya "penyair
mistik terbesar/teragung sepanjang masa".
Mawlana lahir di kota Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Robi'al
Awwal atau 30 September 1207. dari pihak ayah ia keturunan kholifah Abu Bakar
Shiddiq. Sedangkan dari pihak ibu, Ali bin Abi Tholib. Kira-kira usia 12 tahun
ia bersama keluarganya diam-diam meninggalkan kampung halamannya untuk
beribadah haji dan tidak kembali karena ayah Rumi, Baha'al-Din Walad telah
mendengar tentang invasi Mongol ke kota Balkh. Kota pertama yang dikunjungi
adalah Nisyapur. Di sini Rumi bertemu dengan Farid al-Din Aththar seorang sufi
penyair terkenal yang menyerahkan salinan bukunya yang berjudul Asrar
Nameh (Buku tentang rahasia).
Dari Nisyapur keluarga Rumi pergi ke Baghdad di mana mereka mendengar
berita penyergapan kota Balkh oleh Jengis Khan. Pada tahun 1220 Baha'al-Din
Walad berangkat menuju kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian
diteruskan ke Damaskus, siria, dan Malatia (Melitene). Dari meletine mereka
menuju ke Armenia, kemudian ke Zaranda sebelah tenggara Konya. Di sini Rumi
menikah dengan Jawhar Khatun putri Lala Syarif al-Din pada usia 18 tahun. Pada
tahun 1228 ia dan keluarganya pindah ke Konya setelah dapat undangan dari
sultan 'Ala al-Din Kayqabad. Di sini Baha'al-Din Walad sangat dihormati oleh
sultan dan menjadi pembimbing spiritualnya. Bahkan sang penguasa memberinya
gelar kehormatan "Sultan al-ulama (rajanya para ulama)". Baha'al-Din
Walad, sang guru dan da'i kondang ini memperoleh ketenaran dan posisi terhormat
hingga wafat pada tahun 1230.
Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil posisi ayahnya sebagai penasehat
para ulama konya dan murid-murid ayahnya. Dan kurang lebih satu tahun dari
kematian ayahnya, atas anjuran gurunya Burhan al-Din Rumi meneruskan
pendidikannya di Aleppo dan mengunjungi beberapa madrasah yang dibangun oleh
al- Malik al-Zhahir. Dari sini ia pindah ke Damaskus dan mempunyai kesempatan
emas untuk bercakap dengan tokoh-tokoh besar, seperti Muhy al-Din bin 'Arabi,
Sa'ad al-Din Al-Hamawi, Utsman Al-Rumi, Awhad al-Din bin Arabi, dan Shadr
al-Din al-Qunyawi. Pada tahun 1236 Rumi kembali ke Konya dan menyibukkan diri
dengan menuntut ilmu dan memberikan bimbingan spiritual sampai gurunya
meninggal dunia pada tahun 1241.[3]
Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan
menempati posisi yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin. Tetapi pada
tahun 1244 seorang Darwisy misterius, Syams al-Din Tabrizi datang ke Konya dan
menjumpai Rumi. Perjumpaan ini telah mengubah Rumi dari seorang Teolog
terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Karena kuatnya
pesona kepribadian Syams, Rumi lebih memilih meninggalkan kegiatannya sebagai
guru dan da'i profesional untuk mengabdikan diri kepada Syams yang kini menjadi
guru spiritualnya, dan untuk memperkuat ikatannya untuk beberapa waktu mereka
tidak pernah terpisah. Tetapi keadaan ini membuat murid-murid Rumi marah dan
cemburu karena tidak mendapat bimbingan spiritual akibatnya mereka menyerang
Syams dengan kekerasan dan ancaman, sehingga ia meninggalkan Rumi menuju
Damaskus.
Perpisahan ini dirasa menyakitkan oleh Rumi dan menghunjam perasaan begitu
mendalam.. karena itu ia mengutus anaknya sultan Walad untuk memohon Syams agar
kembali ke Konya. Rumi bahagia bisa jumpa lagi dengan sang guru, akibatnya apa
yang terjadi terulang kembali. Tentunya murid-murid Rumi menjadi marah karena
cemburu dan membenci sekali lagi syams dengan lebih hebat lagi dari sebelumnya.
Situasi ini mendorong syams untuk mencari perlindungan ke Damaskus. Kemudian
Rumi mencari sendiri ke Damaskus tetapi itu tidak berhasildan kembali ke Konya
dengan tangan hampa.
Sebagai tanda cintanya kepada Tabrizi, Rumi kemudian menulis kumpulan puisi
yang kemudian dikenal dengan Divan-e Shams-e Tabrizi.[4]
Kenapa aku harus mencari?
Aku sama dengannya
Jiwanya berbicara kepadaku
Yang kucari adalah diriku sendiri!
Sepuluh tahun setelah kematian Tabrizi, Rumi kemudian menggubah ghazal
[puisi cinta] yang dikumpulkan dalam Divan-e Kabir atau Diwan
Agung.
Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain.
Sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri
menuju insan kamil lewat ibadah, wirid, atau menyodorkan faham ketauhidan baru.
Penyatuan diri dengan Tuhan [wihdatul wujud] yang berkembang berabad-abad
sebelum Rumi di Bagdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang
tidak dipilih Rumi.
Sebagai seorang hakim yang paham syariat, Rumi tidak memasukkan dirinya
dalam ritual yang kontroversial. Dan sebagai seorang seniman, ia memiliki cara
sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem.
Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar [rebab] untuk mengiringi
dzikir. Cara ini kemudian dikenal dengan sema’ yang berarti mendengar. Dengan
arti yang sedikit berbeda, pesantren-pesantren di Jawa memiliki ritual bernama
semaan.[5]
Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15
tahun setelah itu kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit.
Akhirnya pada hari minggu tanggal 16 Desember 1273 mawlana Rumi
menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi meninggal dan dikubur
dalam Kubah Hijau [Qubat-ul-Azra’] yang bertuliskan “Saat kami meninggal,
jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.” Namun ritual
sema’ itu tak ikut mati. Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled
Celebi, melembagakan ajaran itu dalam tarekat bernama Mawlawiyah atau
Mevleviye.
B. Pokok Pemikiran Tarekat Maulawiyah
Ajaran-ajaran Rumi ini, pada dasarnya dapat dirangkum dalam trilogi
metafisik, yaitu Tuhan, Alam dan Manusia.[6]
1. Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan
Pada gilirannya telah dikembangkan dari pernyataan Al-Quran sendiri yang
menyatakan bahwa Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”.
Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi, berarti bahwa Ia adalah sumber yang dari-Nya
segala sesuatu berasal. Semua manusia yang tinggal di bumi ini berasal dari
Tuhan, walaupun kini ia telah melakukan perjalanan atau pengembaraannya yang
jauh. Begitu jauhnya mereka mengembara, sehingga banyak diantara manusia yang
melupakan Tuhannya.
Beralih kepada Tuhan sebagai “Yang Akhir”. Ini diartikan sebagai tempat
kembali segala yang ada di dunia ini. Rumi juga termasuk sufi yang memandang
Tuhan sebagai keindahan. Sebuah hadist mengatakan bahwa Tuhan itu Maha Indah,
dan mencintai keindahan. Tentu saja sebagai yang Maha Indah, Tuhan adalah
tujuan dari semua jiwa yang mencinta.
Tuhan sebagai “Yang Lahir”, bagi Rumi dunia yang lahir adalah
fenomena, yang menyimpan didalamnya realitas yang sejati. Dengan demikian dunia
lahir adalah petunjuk bagi adanya yang batin. Bagi Rumi tak mungkin ada yang
lahir tanpa ada yang batin. Jadi sekalipun yang lahir, sepintas lalu berbeda
dengan yang batin, tetapi yang lahir merupakan jalan menuju realitas yang
tersembunyi di dalamnya.
Dengan demikian, Tuhan sebagai “Yang Batin”, adalah realitas yang lebih
mendasar, sekalipun untuk dapat memahaminya kita memerlukan mata lain yang
lebih peka. Jadi tidak semua orang dapat melihat kecantikan Tuhan yang
tersembunyi di balik fenomena alam. Kebanyakan kita adalah pemerhati fenomena
dank arena itu tidak bisa melihat keindahan batin yang tersembunyi di balik
fenomena lahiriah alam.
2. Konsep
Rumi tentang alam semesta
Bahwa motif
penciptaan alam oleh Tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendorong Tuhan
mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas,sebagai napas Rahmani, kepada
seluruh partikel alam, dan menghidupkannya, sehingga berbalik mencintai sang
penciptanya. Bagi Rumi alam bukanlah benda mati, tetapi hidup, berkembang
bahkan memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai dan dicintai, berkat
sentuhan cinta Tuhan, maka ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh energy
kearah Tuhan sebagai yang Maha baik dan Sempurna dan cintailah alam, niscaya
alampun akan memberikan yang terbaik. Bagi Mawlana, alam bukanlah makhluk mati
tetapi hidup, berkembang bahkan memiliki kecerdasan sehingga mampu mencintai
dan dicintai. Dalam salah sati syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan
bumi seperti sepasang suami-istri.[7]
3. Konsep
Rumi tentang manusia
Manusia memiliki posisi yang sangat istimewa baik dengan kaitannya dengan
alam maupun dengan Tuhan. Dengan kaitannya dengan alam, Rumi memandang manusia
adalah tujuan penciptaan alam yakni sebagai tempat beribadah bagi manusia. Dan
dalam kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai
wakil-Nya di muka bumi.
Ajaran Jalal al-Din Rumi lainnya yang sangat menarik tentang manusia adalah
kebebasan memilih bagi manusia. Kebebasan memilih ini sangat penting bagi
perkembangan dan aktualitas diri manusia. Manusia terlahir tidak dalam keadaan
yang sempurna, melainkan lahir dengan sejuta potensi. Nah manusia perlu
memiliki kebebasan memilih untuk mengaktualkan segala potensi yang dimilikinya
itu. Dengan kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya,
sebagaiinsan kamil. Tetapi akan kebebasan yang sama pula, manusia
memiliki resiko yang besar untuk menjadi makhluk yang terendah, kalau ia
menghianati amanatnya, dengan misalnya menyalahgunakan kebebasannya untuk
menuruti hawa nafsunya.
Selain itu, Manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau
dengan kata lain mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia
bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang digunakan untuk tujuan itu. Ada
pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal, dan
pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).
C. Ciri Utama Tarekat Maulawiyah
Yang membuat tarekat ini beda adalah dakwah dengan cara menggunakan
tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar,
dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di
Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para
Darwisy yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara’)
dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap
upacara-upacara (ritual mereka).
Sama’ dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat
dicintai, Syams al-Din Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sangat sensitif
terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk
membuatnya menari dan berpuisi.
Bagian-bagian/tahap-tahap dalam sama’ terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama terdiri dari Naat (sebuah puisi yang memuji Nabi
Muhammad), improvisasi ney (seruling) atau taksim dan
“Lingkaran Sultan Walad”. Bagian kedua terdiri dari empat salam, musik
instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci al-Quran, dan doa. Inilah
rinciannya[8]:
a. Bagian pertama
1. Naat, Semacam musik religius.
Naat dalam dalam musik mawlawi disusun oleh Buhuriz Musthafa' Itri (1640-1712),
tetapi puisinya adalah puisi Rumi.
2. Taksim. Taksim adalah
sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan
musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor
dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat kreatif dari
upacara Mawlawi.
3. Lingkaran/putaran sultan Walad, ini
disumbangkan kepada upacara oleh putra sulung mawlana, sultan Walad. Selama
putaran ini para darwisy yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan
mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan
menyapa satu sama laindi depan pos (lokasi tempat pemimpin tekke atau pemimpin
upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan "rahasia" dari
yang satu kepada yang lain.
b. Bagian kedua (empat salam), yaitu:
1. Salam pertama, melodi biasanya panjang, irama yang digunakan
biasanya disebut "putaran berjalan" (Devr-i Revan). Bitnya
adalah 14/8.
2. Salam kedua, pola irama dari salam ini disebut
"Evfer" dan terdiri dari 9/8 bit.
3. Salam ketiga, dibagi kedalam dua bagian yang meliputi
melodi dan irama. Bagian
pertama disebut "putaran"(The cyicle) bitnya 28/4. bagian kedua
disebut "Yoruk semai" bitnya 6/8.
4. Salam keempat, pola irama ini juga
"Efver"(9/8), yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan
elastasi sehingga sang darwisy bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam
dihubungkan melalui nyanyian. Padsa bagian pertama dan kedua seleksi diambil
dari Divan-i Syams atau mastnawi, pada bagian ketiga puisi mawlawi lain
dinyanyikan.
c. Musik Instrumental
Dengan berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai "yuruk
semai" kedua dalam pola-pola 6/8 adalah akhir dari upacara. Setelah
seleksi instrumental ini ada taksim seruling. Kadang-kadang musik ini dapat
dimainkan melalui alat musik petik (senar).
d. Membaca
Al-Qur'an atau Doa
Setelah musik
selesai, seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat al-qur'an.
Sama' terus berlangsung sampai bacaan al-Qur'an dimulai. Ketika hafizh mulai
bacaan Qur'annya para penari tiba-tiba berhenti dan mundur ke pinggir ruangan
dan duduk. Setelah ia selesai pimpinan sama' berdiri dan mulai berdoa di depan
sang syaikh, doa ini biasanya ditujukan untuk kesehatan dan hidup sang sultan
atau para penguasa negara.
D. Karya-Karya
Tarekat Maulawiyah
Beberapa
karya-karya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan popularitas Tarekat
maulawiyah, baik yang ditulis oleh Rumi sendiri, maupun para pengikutnya
adalah:
1. Karya utama Rumi, yang berjudul Mastnawi
al-Ma’nawi, atau Mastnawi Jalal al-Din Rumi. Mastnawi
merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi ke
dalam enam kitab. Karya ini menyajikan ajaran-ajaran mistik Rumi dengan indah
dan kreatif melalui anekdot, hadist-hadist Nabi, dongeng-dongeng,dan
kutipan-kutipan dari al-Qur’an.
2. Rumi juga menulis ghazal (puisi
cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz (Ode
mistik Syams Tabriz). Karya memukau ini dipersembahkan kepada guru tercintanya
Syams al-Din Tabriz, dan ditulis untuk mengenangnya. Dalam karya ini Rumi
mengekspresikan penghormatannya kepada Syams, yang namanya sering dikutip atau
diseur diakhir setiap bait. Karya ini berisi 2500 ode mistik. Menurut Nasr
karya ini mencakup juga beberapa syair yang paling indah dan kaya dalam bahasa
Persia, yang membicarakan fungsi pembimbing spiritual dan hubungan antara guru
dan murid.
3. Karya prosa yang berjudul Fihi
Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau
“percakapan Rumi”. Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis
oleh putra-putra sulungnya Sultan Walad.
4. Ruba’iyat, yang berisi 1600
kuatern orisinal dan al-Maktubat, berisikan 145 surat yang
ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan di Konya.
5. Manaqib al-‘Arifin (legends
of sufis), yang yang dikarang oleh seorang murid cucu Rumi, Chelibi Emir
‘Arif, yang bernama Syams al-Din Ahmad Aflaki. Karya ini berisi biografi dan
anekdot-anekdot Rumi, dan tokoh-tokoh lain yang terkait dengan beliau dan
tarekat Maulawiyah. Oleh karena itu Manaqib al-‘Arifin sangat penting sebagai
sumber informasi baik bagi kehidupan Rumi dan keluarganya, maupun bagi
perkembangan Tarekat Maulawiyah itu sendiri.
E. Perkembangan Tarekat Mawlawiyah
Pada perkembangannya, aliran sufi ini justru mampu menarik perhatian para
petinggi di Kesultanan Ottoman. Bahkan di masa inilah Mawlawiyah mampu
menghasilan sejumlah penyair dan musisi legendaris seperti Sheikh Ghalib,
Ismail Ankaravi yang berasal dari Ankara, dan Abdullah Sari. Bahkan ada yang
mengatakan masuknya nay atau seruling ke dalam peradaban Eropa adalah berkat
merambahnya aliran Mawlawiyah ke daerah “jajahan” Ottoman di Eropa.
Dengan aliran inilah ajaran cinta Rumi tersebar ke seluruh dunia. Manusia
diciptakan dengan cinta untuk cinta. “Semua cinta adalah jembatan menuju Sang
Maha Kasih. Karenanya, yang tak pernah merasakan cinta, tak akan pernah
mengetahuinya,” kata Rumi.[9]
Wajah Islam yang sejuk dan indah telah lama menyentuh Amerika. Pengenalan
itu dibawa para sufi antara lain ulama dan ahli musik India, Hazrat Inayat Khan
pada 1910. Sejak itu benih tasawuf bersemi di bumi Amerika. Salah satu ordo
yang berkembang pesat adalah Tarekat Mawlawiyah. Bermarkas di Amerika Utara,
tarekat ini dipimpin Shaikh Kabir Helminski. Bersama Camille Helminski,
isterinya, keduanya membentuk organisasi dalam pengajaran spiritual The
Treshold Society yang menyedot perhatian ratusan ribu orang. Kabir ditunjuk
menjadi shaikh (mursyid) oleh almarhum Dr. Celaleddin Celebi
dari Turki, pemimpin Tarekat Mawlawiyah dan penerus generasi ke-21 dari
Jalaluddin Rumi, pendiri tarekat itu.
Kabir menulis sejumlah buku tasawuf dan menerjemahkan beberapa karya Rumi.
Dia orang muslim pertama yang diminta memberikan kuliah tentang spiritualitas
di Harvard Divinity School. November lalu, mestinya Kabir berkunjung ke Jakarta
untuk berceramah, namun acara itu batal. Akhir Ramadan lalu, wartawan TEMPO
Kelik M. Nugroho mewawancarai Kabir melalui surat elektronik. Kutipannya:
Apakah Threshold Society itu? The Threshold Society (Masyarakat Ambang Pintu)
adalah sebuah yayasan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk
pengembangan spiritual dengan tradisi tarekat Mawlawiyah. Tujuannya, dalam
pengertian luas untuk mengajarkan prinsip-prinsip pencapaian pengalaman
spiritual. Pelatihan ini terbuka untuk semua orang tanpa membedakan agama dan
kepercayaan yang dianut.
Ajarannya bersumber dari prinsip kerohanian yang termaktub dalam Alquran,
khususnya seperti yang dianut para sufi besar semacam Bahauddin Naqshaband,
Muhyiddin Ibn Arabi, dan yang terpenting bagi kami, Jalaluddin Rumi. Ketika
kemanusiaan digerus oleh benturan berbagai kebudayaan, krisis ekologi, dan
perubahan sosial yang sangat cepat, kami ingin mempromosikan kebenaran cinta
dan pengetahuan Yang Mahakuasa melalui pengalaman langsung dan personal.
Untuk mencapai tujuan ini, kami mengungkapkan dan berbagi prinsip-prinsip
inti dalam pengembangan spiritual, mengakui dan mengembangkan kemitraan yang
sejati antara laki-laki dan perempuan, mengakui kemenyatuan dan
kesalingtergantungan semua manusia dan semua makhluk hidup, dan membantu
merealisasikanya dalam hidup yang harmonis sesama makhluk dan lingkungan alam.
Cara lain yang juga kami tempuh, kami mengembangkan eskpresi yang kontemporer
dari tradisi tasawuf yang klasik. Menciptakan format yang memungkinkan
individu-individu dan kelompok-kelompok untuk menjadi matang dalam tradisi ini
dan mencecap kenikmatan tasawuf, dan akhirnya, memberikan sumbangan nyata bagi
kebudayaan melalui seni, musik, dan sastra.
The Threshold Society memiliki ratusan anggota aktif dan ratusan ribu orang
di dunia yang pernah tersentuh oleh program dan publikasinya. Hingga tiga tahun
yang lalu, penerbit Threshold adalah salah satu penerbit terkemuka di Barat
untuk tema tasawuf. Namun belakangan kami memutuskan—agar lebih efektif—untuk
memberikan lisensi buku-buku kami ke penerbit-penerbit besar dan memusatkan
usaha kami pada pengajaran dan penulisan.
Manusia, termasuk orang Amerika, memiliki kebutuhan untuk bermasyarakat,
khususnya masyarakat yang berbagi nilai-nilai spiritual. Nilai-nilai sufistik
sangat penting untuk memperbaiki perilaku masyarakat. Adab (akhlak,
Red.) ditekankan secara khusus dalam tradisi Mawlawiyah. Bagian penting dari
pendidikan spiritual adalah mengembangkan kapasitas masyarakat untuk kemitraan.
Dan komunitas pecinta Tuhan (Threshold, Red.) adalah wahana untuk mengembangkan
kapasitas ini.
Threshold telah mensponsori empat tur Darwis Berpusar dari Turki ke Amerika
Utara (darwis adalah sebutan lain untuk sufi, Red.). Itu karena banyak orang
yang membutuhkannya, dan kami menanggapinya. Tarekat Mawlawiyah mempunyai
upacara yang indah, yang disebut Sama', yang terdiri dari ekspresi ibadah dan
dalam waktu yang sama mencakup sebuah tradisi upacara dan musik spiritual.
Ketika kami berkeliling ke kota-kota besar Amerika Utara, upacara ini menjadi
salah satu peristiwa kebudayaan yang paling populer di musim itu. Banyak
pengamat yang memuji getaran spiritualitas yang dirasakan setelah menyaksikan
upacara itu. Tentu kami juga mempunyai orang-orang Amerika yang terampil dalam
menyajikan upacara Sema. Suatu kali kami diundang ke acara
pertemuan antar-iman di Katedral Nasional Washington, tempat ibadat Presiden
Amerika Serikat. Ada sekitar 2.000 orang non-muslim yang ikut menyenandungkan
zikir dan menyimak la ilaaha illallah begitu sejumlah darwis
Mawlawiyah Amerika berpusar di panggung. Salah satu uskup Washington mengatakan
bahwa pandangannya tentang spiritualitas semakin kaya malam itu![10]
Rumi adalah figur manusia universal. Ia ibarat sebuah gerbang raksasa bagi
kemanusiaan. Ratusan ribu orang membaca puisinya yang menyentuh. Dia memiliki
obat untuk menyembuhkan luka-luka budaya Barat, dan untuk kemanusiaan itu
sendiri. Inti kebenaran yang disampaikan Rumi, baik melalui tulisan atau
percakapan, adalah kemaha kasih, Maha pemurah, dan kemaha indahan Tuhan.
Pendekatan spiritual dari tarekat Mawlawiyah itu lebih artistik dan kreatif
daripada formalistik. Dalam kata lain, kami menyentuh masyarakat melalui
Keindahan dan Kehalusan Tuhan. Ketika orang-orang jatuh cinta pada Tuhan,
mereka pasti akan berkembang dari sisi intelektual dan moral. Namun kami
memusatkan perhatian pada transformasi jiwa dan kondisi batin yang penuh syukur
dan zikir pada Tuhan.
ANALISA
Jalaludin Rumi adalah pendiri tarekat
mawlawiyah di Konya, ajarannya Aliran Mawlawiyah ini terkenal dengan cara
dzikir yang berbeda. Jika para sufi berdzikir sambil bersila dan
menggoyang-goyangkan kepala, para darwish di aliran ini justru berdiri dan
menari berputar-putar seperti gasing. Jubah mereka berkembang seperti teratai
di atas air. Dzikir mereka tidak hanya diiringi oleh bacaan Al-Quran dan
puji-pujian pada Nabi, tapi juga suara seruling dan rebab serta fabel dari
puisi-puisi Rumi. Dalam tarian ini para darwish mengenyampingkan nafsu dan ego
mereka dan berkosentrasi pada musik dan lirik yang dimainkan para mawlana.
Mereka berputar seperti planet-planet dan elektron dalam dunia makro dan
mikro-kosmos.
Ajaran ini berawal dari hilangnya guru Rumi yang bernama Syams al-Din
Tabrizi yang merubah dia menjadi seorang penyair mistik. Untuk mengenang sang
guru yang tiba-tiba menghilang entah kemana, dan pencarian Rumi tidak berhasil
maka dia mendirikan tarekat ini untuk mengenang sang guru.
Pemikiran Rumi terangkum dalam suatu ajaran Trilogi metafisik yang terdiri dari
pengetahuan tentang tuhan, manusia dan alam. Tuhan menurut Rumi adalah yang
awal, yang akhir, yang lahir dan yang bathin, yang dikembangkan dari al-Qur'an.
Bagi Rumi, motif penciptaan alam semesta oleh tuhan adalah karena cinta.
Sedangkan Manusia menurut Rumi memiliki posisi yang sangat istimewa baik dalam
kaitannya dengan alam maupun dengan tuhan.
Dalam
hidupnya Rumi menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang lain, banyak dari
karyanya yang berupa puisi. Karya ini dipersembahkan kepada gurunya sang
darwisy sebagai bukti cintanya yang disebut dengan Divan-e Shams-e
Tabrizi. Selain itu juga banyak karya-karya lain yang sudah
diterjemahkan oleh para ilmuwan besar dan digunakan dalam masyarakat umum.
Walaupun bisa dibilang tarekat ini tidak terlalu besar dibanding tarekat
naqsabandiyah, tetapi tarekat ini masih bertahan hidup hingga akhir ini. Dan
salah satu mursyid dan sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari
tarekat ini adalah Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika
Serikat. Ia banyak menerjemahkan karya-karya Rumi dan dikembangkan dalam sebuah
organisasi.
Berdasarkan ajaran yang dikembangkan Rumi, dapat dikatakan bahwa ajarannya
tidak bertentangan dengan ajaran islam. Karena wujud dari cinta seseorang tidak
harus sama dan dalam pendekatan spiritualnya terdiri dari dzikir dan doa-doa
dalam al-Qur'an. Karena setiap tarekat yang ada mempunyai tujuan yang sama
yaitu mendekatkan diri kepada tuhan yang maha esa dengan adanya kebesaran dan
kekuasaannya.
Dalam konteks dunia modern, tarekat ini berkembang dengan sendirinya dan
banyak diikuti oleh orang islam di dunia, banyaknya pengikut ini dikarenakan
bentuk spiritualnya yang unik yaitu tarian para darwisy yang menghayati isi dan
maksud dari tarian itu dengan diiringi alunan musik dan suara hafidz yang merdu
bahkan sampai banyak dari orang non islam yang tertarik untuk mengikutinya
karena keindahan alunan yang dibawakan oleh tarekat ini.
BAB III
KESIMPULAN
Tarekat Mawlawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Jalaludin Rumi di
Konya setelah seorang darwisy dan menjadi gurunya meninggal. Karena cintanya
pada sang guru ia membuat sebuah puisi.
Dalam hidupnya Rumi menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang lain,
diantaranya:Mastnawi al-Ma’nawi, atau Mastnawi, ghazal (puisi
cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-iTabriz (Ode
mistik Syams Tabriz), Karya prosa yang berjudul Fihi Ma Fihi, yang
telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “percakapan
Rumi”, Ruba’iyat, yang berisi 1600 kuatern orisinal danal-Maktubat,
Manaqib al-‘Arifin (legends of sufis).
Tarekat mawlawiyah lebih banyak berkembang di Amerika, sedangkan di
Indonesia tarekat ini tidak terlalu dikenal. Ajarannya bersumber dari prinsip
kerohanian yang termaktub dalam Alquran. Dalam dunia modern ini dzikir yang
sesuai dengan ajaran tarekat ini masih banyak digunakan, yaitu dengan menggunakan
musik dan alunan-alunan islam.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Sri. Mengenal & memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia.jakarta: Kencana. 2004.
Jaiz, Ahmad, Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Solo:
Wacana Ilmiah Press. 2006.
www.majalah.tempointeraktif.com/id/cetak/2001/12/31/AG/mbm.20011231.AG86803.id.html
- 8k -
Qaris Tajudin/Koran Tempo 27 Agustus 2007/judul
artikel diubah Blog Berita
[1] Mulyati, Sri. Mengenal
& memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia.jakarta: Kencana.
2004. Hal. 321
[2] Jaiz, Ahmad,
Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan. Solo: Wacana
Ilmiah Press. 2006. Hal. 24
[3] Mulyati, Sri. Mengenal
& memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia.jakarta: Kencana.
2004. Hal. 324
[4] blogberita.net/2008/06/16/fanatiklah-pada-cinta-bukan-agama/
- 44k - BlogBerita.Net
[5] www.
majalah.tempointeraktif.com/id/cetak/2001/12/31/AG/mbm.20011231.AG86803.id.html
- 8k -
[6] Ibid.
Hal. 326
[7] Ibid.
Hal. 328
[8] Ibid,
Hal. 344
[9] [Qaris Tajudin/Koran
Tempo 27 Agustus 2007/judul artikel diubah Blog Berita]
[10] www.
majalah.tempointeraktif.com/id/cetak/2001/12/31/AG/mbm.20011231.AG86803.id.html
- 8k -
0 comment :
Posting Komentar